Situasi di kelas:
"Jelaskan dong, kenapa sih rumus ini yang kamu pakai untuk menentukan laju polimerisasi pembentukan polietilen dengan reaksi rantai ?" tanya Ani pada Ratih. Mendapat pertanyaan tersebut Ratih agak ragu untuk menjawabnya, karena kadang-kadang dia pun tidak tahu bagaimana menjelaskannya pada orang lain proses berfikir yang terjadi di kepalanya.
"Kalau aku selalu membiasakan diri untuk membaca soal yang diberikan itu berkali-kali dan membuat daftar apa yang sudah diketahui dan apa saja yang membatasi masalah tersebut" jelas Ratih akhirnya. "Biasanya itu segera membuatku mengetahui langkah-langkah selanjutnya untuk menyelesaikan masalah" tambah Ratih.
Situasi seperti ini sering terjadi di kelas, mahasiswa mengerjakan soal secara spontan tanpa berfikir panjang waktu memilih rumus yang akan digunakan. Bila soal yang diberikan begitu mudah dimengerti untuk menentukan cara penyelesaiannya, maka tidak ada lagi proses penyelesaian masalah (problem solving) karena yang ada adalah latihan menjawab soal. Sedikit berbeda dalam kelas PBL, sewaktu mahasiswa diberi masalah yang memicu mereka untuk mempelajari topik terkait. Karena masalah yang diberikan dalam kelas PBL dibuat cukup kompleks, seperti masalah di dunia nyata, sehingga tidak sama dengan soal di akhir bab buku. Untuk menyelesaikan masalah tersebut perlu kecakapan berfikir yang lebih tinggi, selain juga diperlukan strategi penyelesaian masalah.
Dalam tahap-tahap penyelesaian masalah (problem solving steps) terjadi aktivitas berfikir kritis, analisis dan kreatif. Sewaktu mendapatkan masalah pemicu mahasiswa harus menetapkan apa yang menjadi akar permasalahan. Akar permasalahan bisa didapatkan dengan berbagai teknik, misalnya dengan membuat pertanyaan dengan kata "apa, siapa, dimana, kapan, mengapa, dst". Bila akar permasalahan telah didefinisikan, maka mahasiswa sudah bisa mendapatkan peta pemikiran (minds map) tentang masalah ini. Tahap berikutnya adalah menetapkan pengetahuan/ informasi apa saja yang terkait dengan masalah, mana yang sudah tersedia dan mana yang harus dicari lebih lanjut. Bila sudah terpetakan, maka mahasiswa mulai mencari pengetahuan baru dan mengkaitkannya dengan pengetahuan lama yang sudah tersimpan di "Long Term Memory" (bagian otak yang menjadi gudang informasi) masing-masing. Tahap eksplorasi ini dapat membutuhkan waktu yang lama, sebelum akhirnya masuk ke tahap merancang dan membuat jawaban. Hal yang tidak kalah penting adalah tahap mengecek ulang jawaban, karena apabila jawaban belum sesuai dengan definisi masalah yang ditetapkan di awal maka harus kembali ke tahap-tahap sebelumnya.
Masalah pemicu yang diberikan dalam kelas PBL memegang peranan penting untuk mendorong terjadinya aktivitas anggota kelompok yang menggunakan strategi penyelesaian masalah. Masalah sebagai pemicu tersebut harus cukup kompleks, tidak dapat diselesai oleh satu orang saja dalam waktu yang tersedia, diperlukan kerja sama dalam kelompok yang baik untuk menyelesaikannya. Sehingga setelah mengikuti mata ajar dalam kelas dengan metoda PBL mahasiswa diharapkan terampil dalam menggunakan strategi penyelesaian masalah.
Wednesday, May 02, 2012
Wednesday, April 18, 2012
Kelas PBL dengan kelompok kecil
Hampir 50-an mahasiswa memenuhi ruang kelas dimana pak Umar, dalam mataajar Kimia Analitik, sedang menjelaskan tentang bagaimana mengetahui apakah telah terjadi kontaminasi air sungai oleh limbah pabrik elektroplating.
"Coba anda jelaskan bagaimana mengetahui adanya zat pengotor berbahaya di air sungai tersebut?" tanya pak Umar pada mahasiswa yang duduk di depan.
Hal yang mirip terjadi di kelas pak Rudi, dengan jumlah mahasiswa yang sama, pertanyaan tersebut diajukan pada kelompok kecil mahasiswa yang terdiri atas 4-5 orang per kelompok.
Di kedua kelas tersebut kegiatan perkuliahan dilakukan secara aktif, dosen bertanya dan mahasiswa diminta untuk menjawab. Tapi di kelas pertama, kemungkinan hanya sekelompok kecil mahasiswa saja yang aktif, biasanya yang duduk di barisan depan. Lalu bagaimana dengan sebagian mahasiswa lainnya? Di kelas pak Umar, ada mahasiswa yang terkantuk-kantuk, ada yang sibuk dengan telepon selulernya, ada juga yang asik berbisik-bisik dengan teman sebelahnya.
Bagaimana dengan kelas pak Rudi?. Karena pertanyaan serupa ditanyakan dalam bentuk tugas yang harus dijawab oleh kelompok, maka kelompok kecil yang telah dibentuk sibuk berdiskusi untuk mencoba mencari solusi pertanyaan tersebut. Pada kelas pak Rudi ini, hampir tidak ada mahasiswa yang mengantuk atau melakukan aktivitas sendiri., semua mahasiswa segera aktif berdiskusi dalam kelompok kecilnya.
Di kelas PBL yang menggunakan kelompok-kelompok kecil mahasiswa, diharapkan terjadi interaksi antar mahasiswa yang berdampak positif bukan saja dalam penguasaan konten tapi juga dalam pengembangan keterampilan mahasiswa untuk bekerja dalam kelompok, atau group skill.
Hasil penelitian menunjukkan banyak keuntungan yang diperoleh sewaktu pembelajaran dilaksanakan dalam kelompok kecil. Diantaranya adalah dalam kelompok mahasiswa akan belajar lebih baik karena mereka memiliki kesempatan untuk berinteraksi, menjelaskan pendapatnya, mendapat umpan balik segera dari teman dalam kelompok, mendapat penilaian dan perhatian sehingga mendorong mereka bekerja/belajar lebih baik. Sebagai tambahan, bekerja dalam kelompok akan mengembangkan keterampilan mereka bekerja dalam suatu tim. Bagaimana mereka mengatasi konflik, menyelesaikan masalah bersama, belajar dari orang lain, dan bertanggung jawab sebagai anggota kelompok, akan membuat mahasiswa lebih siap menghadapi dunia kerja setelah mereka lulus nanti.
Hambatannya dalam melaksanakan kelas dengan kelompok kecil, tentu saja ada. Sering terjadi dalam kelompok hanya orang-orang tertentu saja yang bekerja, sedangkan sebagian lainnya adalah anggota yang "free ride". Disini diperlukan pengawasan dari dosen , sebagai fasilitator, yang cukup ketat sehingga pembagian tugas pembelajaran terdistribusi dengan seimbang dalam satu kelompok. Salah satu caranya adalah dengan memberikan 'problem' yang cukup berat atau kompleks, sehingga tidak bisa diselesaikan oleh 1-2 orang saja dalam waktu yang tersedia.
Hambatan lainnya dalam kelas dengan kelompok kecil yang tetap adalah adanya konflik antar pribadi, yang mungkin disebabkan karena bervariasinya latar belakang setiap anggota kelompok. Ada perbedaan tingkat pengetahuan/pengalaman, ada perbedaan budaya/kebiasaan, ada perbedaan cara belajar dsb. Hal ini bisa diatasi dengan memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membuat semacam 'aturan main' yang berlaku di kelompok itu. Aturan yang dibuat sendiri, itu sebaiknya ditaati karena akan ada sanksinya bila anggota melanggar aturan tersebut.
Adanya perbedaan pendapat dalam kelompok sewaktu menyelesaikan masalah akan memberi dorongan kepada setiap anggota untuk belajar lebih keras, mencari informasi yang lebih luas dan dalam. Bila mereka dapat menyelesaikan konflik dengan cara positip, ini akan menambah pengetahuan mahasiswa dalam hal konten pelajaran serta meningkatkan keterampilan mereka untuk bekerja sama dalam tim.
"Coba anda jelaskan bagaimana mengetahui adanya zat pengotor berbahaya di air sungai tersebut?" tanya pak Umar pada mahasiswa yang duduk di depan.
Hal yang mirip terjadi di kelas pak Rudi, dengan jumlah mahasiswa yang sama, pertanyaan tersebut diajukan pada kelompok kecil mahasiswa yang terdiri atas 4-5 orang per kelompok.
Di kedua kelas tersebut kegiatan perkuliahan dilakukan secara aktif, dosen bertanya dan mahasiswa diminta untuk menjawab. Tapi di kelas pertama, kemungkinan hanya sekelompok kecil mahasiswa saja yang aktif, biasanya yang duduk di barisan depan. Lalu bagaimana dengan sebagian mahasiswa lainnya? Di kelas pak Umar, ada mahasiswa yang terkantuk-kantuk, ada yang sibuk dengan telepon selulernya, ada juga yang asik berbisik-bisik dengan teman sebelahnya.
Bagaimana dengan kelas pak Rudi?. Karena pertanyaan serupa ditanyakan dalam bentuk tugas yang harus dijawab oleh kelompok, maka kelompok kecil yang telah dibentuk sibuk berdiskusi untuk mencoba mencari solusi pertanyaan tersebut. Pada kelas pak Rudi ini, hampir tidak ada mahasiswa yang mengantuk atau melakukan aktivitas sendiri., semua mahasiswa segera aktif berdiskusi dalam kelompok kecilnya.
Di kelas PBL yang menggunakan kelompok-kelompok kecil mahasiswa, diharapkan terjadi interaksi antar mahasiswa yang berdampak positif bukan saja dalam penguasaan konten tapi juga dalam pengembangan keterampilan mahasiswa untuk bekerja dalam kelompok, atau group skill.
Hasil penelitian menunjukkan banyak keuntungan yang diperoleh sewaktu pembelajaran dilaksanakan dalam kelompok kecil. Diantaranya adalah dalam kelompok mahasiswa akan belajar lebih baik karena mereka memiliki kesempatan untuk berinteraksi, menjelaskan pendapatnya, mendapat umpan balik segera dari teman dalam kelompok, mendapat penilaian dan perhatian sehingga mendorong mereka bekerja/belajar lebih baik. Sebagai tambahan, bekerja dalam kelompok akan mengembangkan keterampilan mereka bekerja dalam suatu tim. Bagaimana mereka mengatasi konflik, menyelesaikan masalah bersama, belajar dari orang lain, dan bertanggung jawab sebagai anggota kelompok, akan membuat mahasiswa lebih siap menghadapi dunia kerja setelah mereka lulus nanti.
Hambatannya dalam melaksanakan kelas dengan kelompok kecil, tentu saja ada. Sering terjadi dalam kelompok hanya orang-orang tertentu saja yang bekerja, sedangkan sebagian lainnya adalah anggota yang "free ride". Disini diperlukan pengawasan dari dosen , sebagai fasilitator, yang cukup ketat sehingga pembagian tugas pembelajaran terdistribusi dengan seimbang dalam satu kelompok. Salah satu caranya adalah dengan memberikan 'problem' yang cukup berat atau kompleks, sehingga tidak bisa diselesaikan oleh 1-2 orang saja dalam waktu yang tersedia.
Hambatan lainnya dalam kelas dengan kelompok kecil yang tetap adalah adanya konflik antar pribadi, yang mungkin disebabkan karena bervariasinya latar belakang setiap anggota kelompok. Ada perbedaan tingkat pengetahuan/pengalaman, ada perbedaan budaya/kebiasaan, ada perbedaan cara belajar dsb. Hal ini bisa diatasi dengan memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membuat semacam 'aturan main' yang berlaku di kelompok itu. Aturan yang dibuat sendiri, itu sebaiknya ditaati karena akan ada sanksinya bila anggota melanggar aturan tersebut.
Adanya perbedaan pendapat dalam kelompok sewaktu menyelesaikan masalah akan memberi dorongan kepada setiap anggota untuk belajar lebih keras, mencari informasi yang lebih luas dan dalam. Bila mereka dapat menyelesaikan konflik dengan cara positip, ini akan menambah pengetahuan mahasiswa dalam hal konten pelajaran serta meningkatkan keterampilan mereka untuk bekerja sama dalam tim.
Labels:
group skill,
PBL kelompok kecil,
small group
Subscribe to:
Posts (Atom)